Senin, 09 Oktober 2017

Paket Tour

Kadang para wisatawan bingung ketika sampai di Bali karena tidak tahu tujuan wisata yang akan dituju. Untuk itu kami menawarkan rute wisata terbaik pilihan kami agar wisatawan dapat memaksimalkan waktu dan kunjungan wisata selama di Bali

"Anda tentukan tempat wisata dan biayanya, kami yang siapkan transportasinya"




Minggu, 08 Oktober 2017

Obyek Wisata Jatiluwih Bali

Jatiluwih: Tempat Wisata Pemandangan Sawah Berundak di Bali

Objek wisata sawah berundak Jatiluwih Bali Indonesia, pemandangan indah sawah terasering Jatiluwih di Bali yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia

Sawah berundak Jatiluwih Bali atau sawah terasering Jatiluwih adalah salah satu tempat wisata di Tabanan yang paling populer dengan pemandangan hamparan sawah berundak-undak yang indah selain Tegalalang rice terrace UbudMunduk rice terraces, dan objek wisata pemandangan sawah berundak lainnya di Bali.
Jatiluwih adalah sebuah desa yang mempunyai daerah hamparan persawahan luas dengan panorama sawah bertingkat yang indah yang terletak di wilayah Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Bali. Desa Jatiluwih terkenal sebagai tempat wisata dengan keindahan sawah terasering yang masih menggunakan sistem pengairan sawah tradisional Bali, lokasinya terletak dekat dengan pegunungan Batukaru dengan kondisi udara yang lumayan sejuk.
Untuk mengunjungi obyek wisata Jatiluwih Bali dengan pemandangan sawah bertingkat-tingkat yang indah ini bisa ditempuh dengan jarak kurang lebih 50 KM atau sekitar ± 1 jam 30 menit dari kota Denpasar. Bagi anda yang sedang liburan di pulau Bali, objek wisata sawah terasering Jatiluwih Bali ini bisa dijadikan pilihan untuk berlibur untuk menikmati keindahan panorama sawah pegunungan yang memikat hati.

Sejarah Jatiluwih

Untuk mengetahui sejarah Jatiluwih sepenuhnya bersumber pada cerita-cerita orang tua yang merupakan penduduk dari Desa Jatiluwih. Konon ceritanya nama JATILUWIH berasal dari kata JATONdan LUWIH. "JATON" artinya adalah Jimat, sedangkan "LUWIH" berarti bagus, dari arti kata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Jatiluwih mempunyai arti adalah sebuah desa yang mempunyai Jimat yang benar-benar bagus/ampuh atau berwasiat.
Dari sumber lain diceritakan bahwa konon di tengah Desa ada sebuah kuburan binatang purba yakni seekor burung Jatayu. Dari kata Jatayu ini lama kelamaan mengalami perubahan bunyi menjadi JATON AYU yang berarti Luwih atau Bagus. Jadi JATON AYU sama dengan Jatiluwih. Demikianlah pada akhirnya kata Jatiluwih sejak dulu ditetapkan menjadi nama Desa dan sampai hari ini belum pernah mengalami perubahan.
Sawah Terasering Berundak Jatiluwih, Tabanan, Bali - Indonesia

Dari arti Jatiluwih tersebut sampai sekarang dapat dibuktikan dengan adanya hasil-hasil dari bertani dan berkebun yang cukup memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan bagi semua penduduknya dan terjaminnya keselamatan bagi para penduduknya selama menjalankan kehidupan bertani.
Maka pada jaman dahulu banyaklah berdatangan para Brahmana, Ksatria, Wesia dan Sudra dari daerah Tabanan yang berkunjung ke Desa Jatiluwih dengan harapan memohon keselamatan dan kesejahteraan golongannya masing-masing. Akhirnya mereka itulah kemudian mendirikan Pura-Pura yang ada sekarang di wilayah Desa Jatiluwih seperti Pura Luhur PetaliPura Luhur Bhujangga WaisnawaPura RshiPura Taksu dan tempat-tempat suci yang lain disekitarnya.


Geografi Jatiluwih

Dari segi geografis, Jatiluwih memiliki luas wilayah sekitar 33,22 km2, dengan ketinggian kurang lebih 1,059 meter atau 3,476 kaki diatas permukaan laut. Jatiluwih memiliki iklim tropis pada hampir sepanjang sebagian besar bulan dalam setahun, terdapat curah hujan signifikan di daerah ini, suhu tahunan adalah rata-rata 19.0° C.
Jatiluwih merupakan daerah pertanian dengan petani padi sebagai mayoritas penduduknya. Selain sebagai penghasil beras dan juga beras merah dari hamparan sawah terasering/berundak-undak yang luas dan besar, daerah ini juga menghasilkan tanaman kebun lainnya seperti sayuran, kelapa, kopi, pisang, dll.
Selain daripada itu, pada saat ini di dalam masyarakat Jatiluwih juga telah terbentuk kelompok – kelompok tani yang kemudian akan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat seperti kelompok tani ikan, kelompok ternak, dll. Organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan (irigasi) sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Jatiluwih dan di pulau Bali pada umumnya disebut dengan istilah Subak.


Warisan Budaya Dunia (UNESCO)

Desa Jatiluwih telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak 29 Juni 2012 karena mempunyai keunikan dan ciri khas pada sistem pertaniannya yaitu dengan menggunakan konsep filosofi Tri Hita Karana (filosofi tentang keseimbangan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam, serta manusia dengan Sang Pencipta).
Jatiluwih termasuk didalam kawasan Lanskap Subak dari Catur Angga Batukaru yang merupakan salah satu dari 5 kawasan di Bali yang ditetapkan oleh UNESCO menjadi warisan budaya dunia. Secara sosio-kultural manajemen organisasi subak Desa Jatiluwih adalah berdasarkan prinsip dari filsafat Tri Hita Karana yang bertujuan agar tercapai dan terbinanya keselarasan dan keharmonisan antara warga subak dengan sesamanya, warga subak dengan lingkungan/alam, dan warga subak dengan Sang Pencipta/Tuhan sebagai unsur parahyangan.

Pengolahan Sawah & Aktifitas Petani

Jatiluwih sangat terkenal dengan sawah terasering nya dengan sistem irigasi yang bagus yang dikelola oleh anggota subak, terlepas dengan filsafat Tri Hita Karana yang menjadi landasan oleh petani di Jatiluwih maka dalam hal pengolahan lahan sawah pun didasari oleh filsafat tersebut, dalam hal ini adalah hubungannya dengan sang pencipta dengan melakukan beberapa upacara yang merupakan bagian dari aktifitas petani seperti; mengolah sawah, menanam padi, memanen, dan sebagainya, sesuai dengan budaya dan agama Hindu yang dipeluk oleh sebagian besar Petani di Jatiluwih. Adapun upacara yang dilakukan adalah:
  1. Mapag Toya, yaitu upacara mengambil/menjemput air ke sumber mata air. Upacara ini diikuti oleh semua anggota subak dan dilakukan pada Sasih Ketiga atau sekitar bulan September. Kegiatan ini disebut Kempelan yaitu kegiatan membuka saluran air ke sumber aliran air di hulu subak, selanjutnya air akan mengaliri sawah.
  2. Ngendag Tanah Carik, yaitu upacara memohon keselamatan kepada Tuhan pada saat membajak tanah sawah yang dilakukan oleh masing-masing anggota subak prosesi ini masih pada Sasih Ketiga (bulan September).
  3. Ngurit, yaitu upacara pembibitan yang dilakukan oleh seluruh anggota subak pada masing-masing tanah garapannya. Ngurit dilaksanakan pada Sasih Kelima (sekitar bulan Nopember).
  4. Ngerasakin, yaitu upacara membersihkan kotoran (leteh) yang tertinggal ketika melakukan pembajakan sawah, upacara ini dilakukan setelah pembajakan selesai pada masing-masing tanah garapan pada awal Sasih Kepitu (awal bulan Januari).
  5. Pangawiwit (Nuwasen), yaitu upacara untuk mencari hari baik untuk memulai menanam padi yang dilakukan pada sekitar Sasih Kepitu (awal bulan Januari).
  6. Ngekambuhin, yaitu upacara untuk meminta keselamatan kepada Tuhan bagi anak padi yang baru tumbuh yang dilakukan pada saat padi berumur 42 hari pada sekitar Sasih Kewulu (bulan Pebruari).
  7. Pamungkah, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi dapat tumbuh dengan baik. Upacara ini dilakukan pada Sasih Kawulu (bulan Pebruari).
  8. Penyepian, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi terhindar dari hama/penyakit dan dilakukan pada Sasih Kesanga (sekitar bulan Maret).
  9. Pengerestitian Nyegara Gunung, yaitu melaksanakan upacara nyegara gunung yang dilakukan di Pura Luhur Petali dan Pura Luhur Pekendungan (bulan Maret/April).
  10. Mesaba, yaitu upacara sebelum panen yang dilakukan pada Sasih Kedasa (bulan April) oleh anggota subak pada sawah nya masing-masing.
  11. Ngadegang Bhatari Sri (Bhatara Nini), yaitu upacara secara simbolis memvisualisasikan Beliau sebagai Lingga-Yoni.
  12. Upacara Nganyarin, yaitu upacara mulai panen yang dilaksanakan pada Sasih Sada (bulan Juni) oleh anggota subak pada masing-masing sawahnya.
  13. Manyi, yaitu kegiatan memanen padi (bulan Juli).
  14. Mantenin, yaitu upacara menaikkan padi ke lumbung atau upacara menyimpan padi di lumbung yang dilaksanakan pada Sasih Karo (bulan Agustus).

Aktifitas petani di sawah Jatiluwih
Petani sedang menanam padi


Pariwisata Jatiluwih

jatiluwih sangat terkenal dengan keindahan alam dengan sawah terasering nya dan menjadi salah satu tujuan wisata terbaik di tabanan, aktifitas petani di jatiluwih adalah salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan, pada umumnya kegiatan petani di sawah masih menggunakan cara-cara dan alat-alat tradisional untuk menggarap sawahnya seperti; Mencangkul, Nampadin (membersihkan pematang sawah), Ngelampit (membajak sawah), Melasah (meratakan tanah sawah), Nandur (menanam padi), dll.
Kegiatan petani tersebut benar-benar menjadi salah satu daya tarik tersendiri dan sering kali dijadikan sebagai obyek fotografi oleh wisatawan. Selain itu di kawasan Jatiluwih juga terdapat aktifitas wisata seperti hiking dan cycling, untuk mendukung sarana pariwisata di Jatiluwih juga terdapat penginapan/pondok wisata, cafe, dan warung/rumah makan ataupun restoran yang khusus menyajikan makanan khas dengan beras merah dari hasil pertanian di Jatiluwih.

Waktu Terbaik Mengunjungi Jatiluwih

Untuk mengunjungi obyek wisata Jatiluwih direkomendasikan antara jam 8.00 pagi sampai sore hari sekitar jam 5.00, karena pada antara jam-jam tersebut aktifitas petani banyak dijumpai. Dikarenakan curah hujan yang tinggi di kawasan Jatiluwih maka direkomendasikan bagi para wisatawan agar selalu menyiapkan payung ataupun jas hujan atau ada baiknya sebelum mengunjungi Jatiluwih pengunjung bisa memantau prakiraan cuaca sehari sebelumnya.
Untuk bisa menikmati panorama alam Jatiluwih dengan sawah terasering yang hijau dan indah, wisatawan bisa mengunjungi Jatiluwih diantara bulan Pebruari sampai bulan April, karena pada bulan-bulan tersebut tanaman padi akan tumbuh tinggi, hijau dan menguning. Pada sekitar bulan Juni - Juli (sasih Sada), tanaman padi akan siap di panen dan aktifitas memanen oleh petani akan banyak dijumpai.

Peta & Lokasi Jatiluwih

Peta lokasi sawah terasering Jatiluwih Bali oleh Google Maps
Gunakan ctrl + gulir untuk memperbesar atau memperkecil peta
Data peta ©2017 Google Citra ©2017 , CNES / Airbus, DigitalGlobe, Landsat / Copernicus
Peta
Satelit

Rafadhan Tour & Transport Bali


Anda tentukan sendiri obyek wisatanya
Anda tentukan sendiri biayanya
Kami siapkan transportasinya



Sabtu, 07 Oktober 2017

Obyek Wisata Pura di Bali

A. Pura Ulun Danu Beratan

Objek wisata Pura Ulun Danu Bratan Bali, pura Hindu yang terletak di tepi Danau Beratan Bedugul Bali, Indonesia. Tempat yang indah dan wajib dikunjungi

Pura Ulun Danu Beratan adalah sebuah tempat suci umat Hindu yang terletak di ujung danau Beratan, yang berada di kawasan wisata Bedugul, desa Candikuning, kecamatan Baturiti, kabupaten Tabanan, Bali. Dengan jarak tempuh kira-kira 56 km dari kota Denpasar dengan melewati jalan raya Denpasar - Singaraja.
Pura Ulun Danu Bratan adalah sebuah pura suci Hindu yang sangat terkenal di pulau Bali dan ketika air danau Bratan ini naik/pasang maka pura Ulun Danu akan terlihat seperti mengambang diatas air.

Sejarah Pura Ulun Danu Beratan Bedugul Bali

Sejarah pura Ulun Danu Bratan ini dapat diketahui berdasarkan data arkeologi dan data sejarah yang terdapat pada lontar babad Mengwi. Berdasarkan data arkeologi yang terdapat dan berlokasi pada halaman depan Pura Ulun Danu Bedugul ini adalah terdapat peninggalan benda-benda bersejarah seperti sebuah Sarkofagus batu dan papan batu yang diperkirakan telah ada sejak zaman megalitikum, sekitar 500 tahun sebelum Masehi.
Kedua artefak tersebut sampai sekarang diletakkan di halaman teras (babaturan) pura Ulun Danu. Dapat diperkirakan lokasi di Pura Ulun Danu Beratan ini telah digunakan sebagai tempat untuk mengadakan ritual sejak jaman tradisi megalitikum di pulau dewata.
Pura Ulun Danu Beratan/Bratan Bedugul, Bali
Pura Ulun Danu Bratan - Bedugul, Bali, Indonesia
Berdasarkan dari Babad MengwiI Gusti Agung Putu sebagai pendiri dari kerajaan Mengwi telah mendirikan pura yang berada di ujung danau Beratan sebelum beliau mendirikan pura Taman Ayun, tidak dijelaskan dalam lontar babad Mengwi kapan tepat nya beliau mendirikan Pura Ulun Danu Beratan, tetapi dijelaskan tentang pendirian pura Taman Ayun dan upacaranya pada hari Anggara Kliwon Medangsia, tahun Çaka 1556 (tahun 1634 setelah Masehi).
Berdasarkan dari deskripsi dari babad Mengwi tersebut diketahui pura Ulun Danu Bratan didirikan sebelum tahun Saka 1556 oleh I Gusti Agung Putu. Sejak pendirian pura tersebut, kerajaan Mengwi menjadi tenteram dan sejahtera dan masyarakat pun menjuluki beliau "I Gusti Agung Sakti"
Komplek Pura Ulun Danu Beratan terdiri dari 5 Pura dan satu buah Stupa Budha:
  1. Pura Penataran Agung
    Pura Penataran Agung dapat dilihat ketika melewati Candi Bentar (Gerbang terpisah) menuju Beratan. Pura ini berfungsi untuk memuja kebesaran Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Tri Purusha Siwa yaitu Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa untuk memohon anugerah kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan manusia, dan untuk keseimbangan alam semesta.
  2. Pura Dalem Purwa
    Di dalam pura ini, terdapat 3 pelinggih utama yaitu Pelinggih Dalem Purwa sebagai tempat untuk memuja Dewi Durga dan Dewa Rudra yang dipuja sebagai sumber kemakmuran, Bale Murda Manik (Bale Pemaruman) sebagai tempat untuk parum/rapat/diskusi, dan Bale Panjang sebagai tempat untuk meletakkan sarana persembahan upacara. Pelinggih yang ada di pura ini menghadap ke arah timur yang terletak ditepi selatan Danau Beratan.
  3. Pura Taman Beji
    Pura ini berfungsi untuk melakukan upacara Ngebejiang (ritual penyucian sarana upacara), dan untuk memohon Tirta (air suci). di Pura Taman Beji ini juga berfungsi sebagai tempat untuk Melasti (Upacara pembersihan dan penyucian oleh umat Hindu di Bali) bagi masyrakat sekitar dan penduduk setempat.
  4. Pura Lingga Petak
    Pura ini sering disebut dengan Pura Ulun Danu Beratan, dan gambar pura ini juga terdapat pada lembaran uang kertas pecahan Rp. 50,000. Di dalam Pura Lingga Petak ini terdapat sebuah sumur suci dan keramat yang menyimpan Tirta Ulun Danu (Air Suci Ulun Danu). Selain daripada itu, di pura ini juga terdapat sebuah Lingga yang berwarna putih yang diapit oleh batu merah dan batu hitam.
    Pura Lingga Petak (Pura Ulun Danu Bratan) dipercaya sebagai sumber utama air kesuburan dari Danau Beratan. Terdapat 2 pelinggih disini yaitu pelinggih yang memiliki atap/tumpang sebelas (Pelinggih Meru Tumpang Solas) menghadap ke arah selatan, dan pelinggih yang memiliki 3 tumpang/atap (Pelinggih Meru Tumpang Telu) yang masing-masing pintu nya menghadap ke empat penjuru arah mata angin.
  5. Pura Prajapati
    Pura Prajapati terletak di bawah pohon beringin besar, pura ini berfungsi sebagai tempat berstananya Dewi Durga. Pelinggih ini menghadap ke arah barat dan menjadi pura yang pertama kali di lihat setelah melewati tempat pembelian tiket masuk sebelum masuk ke area danau Bratan.
  6. Stupa Budha
    Di kawasan Pura Ulun Danu Bratan, juga terdapat sebuah Stupa Budha. Stupa ini menandakan keselarasan dalam kehidupan beragama. Stupa Budha ini menghadap ke arah selatan yang berlokasi diluar dari area utama dari komplek Pura Ulun Danu Beratan.
Pura Ulun Danu Beratan Bedugul sangat terkenal dengan keindahannya yang menjadikan tempat ini sebagai tempat wisata favorit di pulau Bali. Tidak jauh dari lokasi pura terdapat beberapa akomodasi seperti hotel, villa, restoran untuk kenyamanan wisatawan, juga terdapat halaman parkir yang luas dan toko-toko suvenir untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang mengunjungi objek wisata pura Ulun Danu Beratan Bedugul ini. Tidak jauh dari objek wisata pura Ulun Danu juga terdapat tempat wisata menarik seperti Kebun Raya Bedugul dan pasar buah-buahan dan sayur-sayuran tradisional Bedugul.



B. PURA BATUKARU

Objek wisata Pura Batukaru Bali, tempat suci di lereng Gunung Batukaru Tabanan Bali, Indonesia sebagai salah satu dari sembilan pura utama di pulau dewata

Pura Batukaru (Pura Luhur Batukaru) adalah sebuah tempat suci Hindu yang terletak tepat di lereng gunung Batukaru Bali, selain sebagai tempat untuk bersembahyang yang sangat di sucikan oleh masyarakat Hindu Bali. Pura Batukaru juga terkenal sebagai tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Bagi anda yang sedang liburan di Bali, mungkin bisa mencoba merasakan suasana tenang, damai serta segarnya udara pegunungan dengan mengunjungi obyek wisata Pura Batukaru ini.

Kemungkinan besar nama Pura Batukaru diambil dari nama Gunung Batukaru itu sendiri. Pura Luhur Batukaru adalah selain sebagai tempat suci agama Hindu juga sebagai salah satu objek wisata yang sangat digemari oleh wisatawan yang ingin menikmati kesegaran dan kedamaian yang terdapat di kawasan Pura Batukaru ini, biasanya wisatawan akan mengunjungi pura Batukaru setelah/sebelum mereka mengunjungi tempat wisata 
sawah terasering Jatiluwih karena letak kedua objek wisata ini tidak terlalu jauh.Pura Batukaru
 terletak di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Kurang lebih 46 Kilometer dari kota Denpasar, lokasi Pura Luhur Batukaru terletak di bagian barat Pulau Bali di lereng selatan Gunung Batukaru.
Di kawasan Pura Batukaru ini kita tidak akan menjumpai toko-toko suvenir, warung ataupun artshop seperti tempat wisata lainnya sehingga di kawasan Pura Batukaru ini memang sebuah tempat yang jauh dari kebisingan dan kesuciannya selalu dijaga oleh masyarakat Bali. Wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Luhur Batukaru ini harus menggunakan pakaian yang sopan agar kesucian pura tetap terjaga.
Pura Batukaru kemungkinan sebelumnya sudah dijadikan tempat pemujaan dan tempat bertapa oleh tokoh-tokoh spiritual di daerah Tabanan dan Bali pada umumnya. Pandangan tersebut didasarkan pada adanya penemuan sumber-sumber air dengan berbagai jenis arca Pancuran. Dari adanya sumber-sumber mata air tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah ini pernah dijadikan tempat untuk bertapa bagi para pertapa (Wanaprastin) untuk mencari kedamaian hidupnya.
Pura Luhur Batukaru Temple, Bali - Indonesia
Pura Batukaru (Watukaru)

Sejarah Pura Luhur Batukaru

Informasi tentang sejarah Pura Luhur Batukaru ini sangat minim dan belum diketahui pasti siapa pendiri dan kapan berdiri nya, tetapi Pura Batukaru ini termasuk di dalam salah satu dari enam pura utama (Sad Kahyangan) di pulau Bali seperti yang disebutkan di dalam Lontar Kusuma Dewa.
Pura Luhur Batukaru sudah ada pada abad ke-11 Masehi, sezaman dengan Pura BesakihPura Lempuyang LuhurPura Goa LawahPura Luhur Uluwatu, dan Pura Pusering Jagat. Penggagas pembentukan dari Sad Kahyangan adalah Mpu Kuturan.
Setelah keberadaan Pura Batukaru pada abad ke-11 tersebut kita tidak mendapat keterangan dengan jelas bagaimana keadaan pura tersebut. Baru pada tahun 1605 Masehi ada keterangan dari kitab Babad Buleleng. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Pura Luhur Batukaru pada tahun tersebut di atas dirusak oleh Raja Buleleng yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.
Dalam kitab babad tersebut diceritakan bahwa Kerajaan Buleleng sudah sangat aman dan tidak ada lagi musuh yang berani menyerangnya. Sang Raja ingin memperluas wilayahnya ke daerah Tabanan. Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dalam perjalanan menuju ke Tabanan bertemu dengan daerah Batukaru yang merupakan wilayah daerah Kerajaan Tabanan.
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti bersama prajuritnya kemudian merusak Pura Luhur Batukaru tersebut, ketika Ki Panji Sakti dan prajuritnya merusak Pura Batukaru tiba-tiba datang ribuan tawon yang ganas menyerang dan menyengat mereka. Ki Panji Sakti beserta prajuritnya diserang habis-habisan oleh tawon yang ganas itu, kemudian Ki Panji Sakti dan prajurit nya mundur dan membatalkan niatnya untuk menyerang kerajaan Tabanan. Berkat ulah Ki Panji Sakti dan prajuritnya tersebut maka bangunan pelinggih Pura Batukaru rusak total dan tinggal puing-puing saja.
Baru kemudian pada tahun 1959 Pura Luhur Batukaru mendapat perbaikan sehingga bentuknya seperti sekarang ini. Pada tahun 1977 secara bertahap barulah ada perhatian dan bantuan dari pemerintah daerah dan sampai sekarang keadaan dan kondisi Pura Batukaru sudah semakin baik.
Di Pura Luhur Batukaru ini selain terdapat bangunan utama, di sebelah timur nya juga terdapat sumber mata air yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian yang berlokasi di dalam pura (jeroan) yang dipergunakan khusus untuk memohon air suci (tirtha) untuk keperluan upacara dan bagian yang kedua adalah untuk kepentingan mandi dan cuci muka sebagai pembersihan diri sebelum melakukan persembahyangan.
Di pura ini Dr. R. Goris, seorang ahli ilmu arkeologi, pernah mengadakan penelitian pada tahun 1928. Goris banyak menjumpai patung-patung yang jenisnya serupa dengan patung yang terdapat di Pura Goa Gajah yaitu patung yang mengeluarkan pancuran air dari pusarnya. Bedanya patung yang terdapat di Goa Gajah itu dalam posisi berdiri, sedangkan yang di Pura Batukaru dalam posisi duduk bersila.
Menurut Goris, patung yang terdapat di Batukaru sejaman dengan patung yang terdapat di Pura Goa Gajah.Bangunan suci (Pelinggih) utama di Pura Batukaru adalah berbentuk Candi bukan Meru seperti kebanyakan pura yang ada di Bali. Ini sangat jelas dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Timur dan India.


Upacara Piodalan Pura Batukaru

Pujawali atau Upacara piodalan di pura ini jatuh setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Kamis, Wuku Dungulan (kalender Bali), satu hari setelah hari raya Galungan. Suatu hal yang unik di Pura Luhur Batukaru adalah pada saat proses upacara dilakukan dan upacara besar lainnya tidak pernah dipimpin oleh Pendeta/Pedanda. Upacara hanya dipimpin oleh Pemangku yang disebut Jero Kubayan.
Bagi mereka yang ingin sembahyang ke Pura Luhur Batukaru sangat direkomendasikan terlebih dahulu untuk bersembahyang di Pura Jero Taksu. Pura Jero Taksu terletak agak jauh dari Pura Batukaru.Tujuan persembahyangan di Pura Jero Taksu adalah untuk memohon agar proses sembahyang yang akan dilakukan nanti di Pura Luhur Batukaru akan mendapatkan keberhasilan dan tanpa rintangan.
Pura Taksu ini merupakan bagian dari Pura Luhur Batukaru. Setelah itu barulah kemudian menuju ke pancuran dari mata air yang letaknya di bagian tenggara dari pura utama namun tetap berada dalam areal Pura Batukaru.
Pancuran dari mata air ini adalah bertujuan untuk menyucikan diri kita dengan berkumur, cuci muka dan cuci kaki, kemudian dilanjutkan dengan bersembahyang di Pelinggih yang ada di mata air tersebut sebagai tanda penyucian lahir batin (Skala dan Niskala) sebagai syarat utama agar pemujaan dapat dilakukan dengan jasmani dan rohani yang bersih dan suci.
Pura Luhur Batukaru adalah pura sebagai tempat memuja Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Mahadewa. Karena fungsinya untuk memuja Tuhan sebagai Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Tuhan sebagai Ratu Hyang Tumuwuh (sebutan Tuhan sebagai yang menumbuhkan).
Pura Batukaru juga adalah sebagai Pura Padma Bhuwana yaitu sembilan pura yang terdapat di sembilan penjuru Pulau Bali. Pura Padma Bhuwana sebagai lambang pemujaan Tuhan yang ada di mana-mana di sembilan penjuru alam semesta. Tidak ada bagian alam semesta ini tanpa kehadiran Tuhan. Keberadaan Tuhan seperti itulah yang diekspresikan di sembilan pura di Pulau Bali.

Peta Lokasi Pura Batukaru

Lokasi Peta Pura Batukaru Bali oleh Google Maps
Gunakan ctrl + gulir untuk memperbesar atau memperkecil peta
Data peta ©2017 Google Citra ©2017 , CNES / Airbus, DigitalGlobe, Landsat / Copernicus
Peta
Satelit



C. ALAS KEDATON


Alas Kedaton: Pura Sakral Di Tengah Hutan Monyet/Kera Bali

Objek wisata Pura Alas Kedaton Bali, pura sakral di tengah hutan monyet yang dihuni oleh ratusan kera yang terletak di Kabupaten Tabanan Bali, Indonesia

Pura Alas Kedaton adalah sebuah pura Hindu yang sakral peninggalan dari zaman megalitikum kuno di Pulau Bali. Pura Alas Kedaton terletak di tengah-tengah hutan monyet/hutan kera Alas Kedaton, tepatnya di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten TabananPura Dalem Kahyangan Kedaton ini terletak sekitar 35 kilometer dari Kota Denpasar Bali.

Sejarah Pura Alas Kedaton
Pura Alas Kedaton
Pura Alas Kedaton Tabanan Bali
Pura Alas Kedaton dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakertha pada masa pemerintahan Raja Sri Masula Masuli di pulau dewata, menurut prasasti desa SadingMengwi, Kabupaten Badung, menyebutkan bahwa Raja Sri Masula Masuli mulai memerintah di pulau Bali pada tahun Saka 1100 (1178 Masehi).
Prasasti tersebut memakai tahun Saka 1172 (1250 Masehi) yang juga menyebutkan bahwa Raja Sri Masula Masuli berkuasa di pulau Bali selama 77 tahun, yang berarti pemerintahannya berakhir pada tahun Saka 1177 atau 1255 Masehi.
Posisi pura Alas Kedaton menghadap ke barat dan memiliki 4 pintu gerbang sebagai pintu masuk dan keluar, pura ini memiliki halaman yang unik, pada posisi halaman dalam/utama (di Bali disebut Jeroanatau Utama Mandala) lebih rendah dari halaman tengah (di Bali disebut Jaba atau Madya Mandala), tidak seperti pura-pura lain di Bali yang biasanya memiliki halaman dalam/utama yang lebih tinggi dari halaman tengah.


Bangunan Suci dan Patung

Di dalam pura Alas Kedaton juga terdapat beberapa bangunan-bangunan suci (pelinggih), sebuah Lingga dan juga terdapat beberapa patung, diantaranya adalah:
  1. Patung Durga Mahisasura Mardhani yang memiliki 8 tangan dan berdiri di atas sebuah patung lembu, pada masing-masing tangan kanan nya dari atas ke bawah memegang Camara(penghalau lalat), Sara (panah), Pisau besar, dan memegang ekor lembu. Pada masing-masing tangan kiri nya dari atas ke bawah memegang Kadga, Busur panah, Trisula, dan Gadha.
  2. Patung Dewa Ganesha duduk di atas bunga Padma (lotus) dan 2 naga, pada tangan kanan nya memegang tasbih dan pada tangan kiri nya memegang kapak dan belalai, Patung Ganesha hanya memiliki satu taring (ekadanta).

Upacara (Piodalan)

Upacara Piodalan di Pura Alas Kedaton Temple Tabanan Bali
Upacara/Piodalan di Pura Alas Kedaton
Upacara (piodalan) di Pura Alas Kedaton jatuh pada hari Anggara Kasih Medangsia (Kalender Bali), 10 hari setelah raya Kuningan. Tidak seperti pura lainnya, keunikan lain yang dapat ditemui di pura ini adalah selama upacara berlangsung tidak menggunakan sarana dupa dan Kwangen selama persembahyangan.
Demikian pula dengan penggunaan Penjor, pada saat upacara yang dilakukan di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini kita tidak akan menemukan Penjor seperti upacara yang dilakukan di pura lainnya di Bali dan ini juga merupakan sesuatu yang unik yang dapat kita jumpai di pura Alas Kedaton.
Upacara harus selesai sebelum matahari terbenam karena mereka tidak diizinkan untuk menggunakan lampu karena menggunakan lampu sama juga diartikan menggunakan api. Pada saat upacara selesai, akan dilanjutkan dengan tradisi Ngerebeg. Ngerebeg berarti berlarian dengan tombak, dengan Tedung(payung tradisional Bali), dan beberapa cabang-cabang pohon yang berdaun. Semua orang bersorak dan berteriak dengan gembira untuk mengikuti tradisi ngerebeg ini.

Hutan Monyet/Kera

Hutan Monyet Alas Kedaton
Hutan Monyet Alas Kedaton, Bali
Pura Alas Kedaton terletak di tengah hutan yang dihuni oleh ribuan kera/monyet dan ratusan kelelawar besar (kalong). Monyet di hutan Kedaton sangat ramah dan sangat dekat dengan pengunjung karena mereka selalu memberinya makan dengan kacang-kacangan dan makanan ringan lainnya.
Tetapi meskipun monyet nya ramah, pengunjung dihimbau agar tetap berhati-hati karena mereka juga bisa menyerang ketika mereka merasa terganggu. Hutan monyet/kera Alas Kedaton ini adalah salah satu hutan monyet yang terkenal di pulau Bali.

Pariwisata

Alas Kedaton adalah sebuah tempat wisata yang sangat terkenal di Bali, khususnya di Tabanan. Tempat ini akan dikunjungi oleh banyak wisatawan baik lokal maupun internasional, terutama pada hari libur. Pengunjung biasanya akan diantar oleh pemandu lokal yang tahu daerah sekitar hutan untuk melihat-lihat kawasan pura dan kawasan hutan sekitarnya.
Tidak jauh dari lokasi objek wisata Alas Kedaton ini juga terdapat kios-kios yang menjual suvenir dan cinderamata, taman bermain untuk anak-anak, dan fasilitas lainnya untuk kenyamanan pengunjung sehingga tempat ini juga cocok sebagai liburan keluarga.

Peta

Lokasi dan peta Pura Alas Kedaton oleh Google Maps
Gunakan ctrl + gulir untuk memperbesar atau memperkecil peta
Data peta ©2017 Google Citra ©2017 , CNES / Airbus, DigitalGlobe, Landsat / Copernicus
Peta
Satelit




D. PURA TANAH LOT

Pura Tanah Lot Bali: Sejarah & Keindahan Tanah Lot Sunset Bali

Objek wisata Pura Tanah Lot Bali, Indonesia, cerita awal mula atau sejarah Pura Tanah Lot Bali, dan waktu terbaik melihat keindahan sunset di Tanah Lot

Pura Tanah Lot Bali atau juga disebut Pura Luhur Tanah Lot adalah sebuah tempat suci agama Hindu yang mempunyai keindahan yang natural dengan Tanah Lot sunset Bali yang memukau, Tanah Lot merupakan salah satu tempat terbaik di Bali untuk melihat sunset dan keindahan sunset Tanah Lot Bali adalah salah satu yang terindah di Bali.
Pura Tanah Lot Bali terletak di tepi pantai Tanah Lot dan berdiri di atas sebuah batu karang laut yang kokoh dan kuat, disebelah baratnya juga terdapat pura yang disebut Pura Batu Bolong yang juga memiliki pemandangan yang tidak kalah indahnya.
Tempat wisata Tanah Lot Bali pada saat sunset atau matahari terbenam adalah pemandangan yang terbaik dan sangat indah yang bisa kita nikmati ketika mengunjungi salah satu tempat/objek wisata favorit yang terkenal di Pulau Bali ini dan akan menjadikan liburan di Bali anda tidak terlupakan dan penuh kesan. Tempat suci ini adalah salah satu dari Pura Kahyangan Jagat, pura yang sangat sakral dan suci serta sangat dijaga kesucian dan kelestariannya oleh masyarakat Pulau Dewata.
Tanah Lot berasal dari kata "Tanah" yang artinya tanah dan "Lot" (Lod) yang artinya laut, karena letaknya di laut atau di pantai seperti mengambang ketika air laut pasang maka dapat diartikan Tanah Lot berarti sebuah Tanah atau Pulau yang terletak di laut, oleh karena itu orang-orang pun menyebutnya Tanah Lot.
Pura Tanah Lot berlokasi di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, di pesisir selatan pulau Bali kurang lebih 25 kilometer dari Kota Denpasar. Pura Tanah Lot terletak di atas batu karang laut besar menghadap ke samudra Hindia. Tempat ibadah ini adalah sebuah pura Hindu yang dibangun untuk memuja Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Laut atau Dewa Baruna untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia serta keseimbangan antara laut dan bumi.

Sejarah Pura Tanah Lot

Cerita asal mula berdirinya Pura Tanah Lot atau sejarah Pura Tanah Lot Bali ini sangat erat kaitannya dengan perjalanan suci dari Blambangan (pulau Jawa) ke Pulau Bali dari seorang pendeta suci yang bernama DangHyang Nirartha untuk menyebarkan agama Hindu di pulau dewata, masyarakat juga menyebut Beliau dengan sebutan DangHyang Dwijendra atau Pedanda Sakti Wawu Rauh. Pemimpin (Raja) di Bali pada saat itu adalah Raja Dalem Waturenggong sekitar abad ke-16 Masehi.
Sejarah Pura Tanah Lot Bali di dalam Dwijendra Tatwa di jelaskan suatu ketika Dang Hyang Nirartha kembali ke Pura Rambut Siwi dalam perjalanannya ke pulau Bali, dimana Beliau pertama kali tiba di Bali dari Blambangan pada tahun Saka 1411 atau 1489 Masehi, Beliau telah berhenti di Pura Rambut Siwi ini. Ketika berada di Pura ini untuk beberapa saat, kemudian Beliau melanjutkan perjalanannya menuju Timur (Purwa) dan sebelum meninggalkan tempat itu Beliau menyempatkan diri untuk melakukan upacara "Surya Cewana" dengan masyarakat disekitar sana, setelah memercikkan air suci (tirtha) kepada masyarakat yang ikut bergabung dalam persembahyangan kemudian Beliau meninggalkan pura dan berjalan melanjutkan perjalanan ke Timur, perjalanan Beliau melewati pesisir pantai selatan pulau Bali dan diikuti oleh beberapa pengikut setia Beliau.
Pura Tanah Lot Bali- Sejarah dan Tanah Lot Sunset Bali - Indonesia
Foto credit: Komang Gede
Di dalam perjalanan suci ini Dang Hyang Nirartha sangat menikmati dan kagum dengan keindahan pesisir pantai selatan Bali dengan keindahan yang alami yang sangat menarik. Beliau membayangkan bagaimana kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) telah menciptakan dunia dan beserta isinya untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam hati Beliau terbisik bahwa tugas seluruh makhluk hidup di dunia khususnya manusia untuk berterima kasih dan menjaga apa yang telah diciptakan-NYA.
Setelah melakukan perjalanan yang panjang akhirnya Dang Hyang Nirartha tiba dan berhenti di sebuah pantai yang terdapat batu karang dan juga terdapat mata air, batu karang itu disebut Gili Beo, "Gili" artinya pulau kecil dan "Beo" artinya burung, jadi Gili Beo berarti pulau kecil yang menyerupai burung.
Pada waktu itu di kawasan Desa Beraban ini di pimpin oleh Bendesa Beraban Sakti, kemudian di tempat inilah DangHyang Nirartha berhenti dan beristirahat, tidak lama Beliau beristirahat datanglah para nelayan yang ingin bertemu dengan Beliau dan membawakan beberapa persembahan untuk Beliau, dan setelah senja tiba mereka memohon kepada Beliau untuk bermalam di rumah mereka, tetapi permohonan mereka ditolak oleh Beliau dan Beliau lebih memilih untuk bermalam di Gili Beo karena di tempat ini Beliau bisa menikmati udara yang segar dengan pemandangan yang indah dan bisa melepaskan pandangan ke segala arah.
Pada malam hari sebelum Beliau beristirahat, Beliau menyempatkan diri untuk mengajarkan agama dan moral kepada masyarakat yang datang kepada Beliau, tetapi kehadiran Dang Hyang Nirartha ini tidak disukai oleh Bendesa Beraban Sakti, karena ajaran-ajarannya tidak sesuai dan tidak searah dengan ajaran-ajaran dari Dang Hyang Nirartha dan ini membuat Bendesa Beraban Sakti menjadi marah dan dia mengundang pengikut-pengikutnya untuk mengusir DangHyang Nirartha dari kawasan itu, kemudian untuk memproteksi diri Beliau dari agresi Bendesa Beraban Sakti akhirnya dengan kekuatan supranatural Beliau kemudian Gili Beo dipindahkan agak ketengah ke laut dan Beliau menciptakan ular dari selendang yang Beliau pakai untuk menjaga Gili Beo agar selalu aman dari serangan-serangan jahat.
Kemudian setelah kejadian itu Gili Beo berubah nama menjadi Tanah Lot (Tanah di laut), setelah melihat keajaiban dari DangHyang Nirartha akhirnya Bendesa Beraban Sakti menyerah dan kemudian dia menjadi pengikut setia Beliau untuk melanjutkan mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat, dan untuk jasanya itu Dang Hyang Nirartha memberikan sebuah keris kepada Bendesa Beraban Sakti sebelum Beliau melanjutkan perjalanan suci nya (Keris adalah sebuah belati asimetris khas dari Indonesia yang dipakai sebagai senjata dan juga objek spiritual, keris sering dianggap memiliki kekuatan magis. Awal keris dikenal atau dibuat pada sekitar abad 1360 Masehi dan mungkin menyebar dari pulau ke pulau di seluruh Asia Tenggara).
Keris yang diberikan kepada Bendesa Beraban Sakti disebut Jaramenara atau keris Ki Baru Gajah, sampai sekarang keris itu disimpan dengan baik dan sucikan di Puri Kediri. Pada saat itu DangHyang Nirartha menyarankan kepada masyarakat untuk membuat pura (parahyangan) di Tanah Lot karena menurut getaran suci dan bimbingan supranatural Beliau di tempat ini adalah sebuah tempat yang sangat baik untuk memuja Tuhan, dari tempat ini kemudian masyarakat bisa menyembah kebesaran Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Laut untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia.
Terdapat 8 pura suci yang ada disekitar area Tanah Lot, masing-masing dengan fungsi dan tujuan sendiri.
  1. Pura Penataran - berlokasi di bagian utara dari Pura Tanah Lot, pura untuk memuja Tuhan dan manifestasi-NYA untuk kebahagiaan dan kesejahteraan.
  2. Pura Penyawang - berlokasi di bagian barat dari Pura Penataran, ini adalah tempat alternatif untuk bersembahyang karena pada saat air laut pasang orang-orang yang ingin bersembahyang tidak bisa naik dan masuk ke Pura Tanah Lot.
  3. Pura Jero Kandang - berlokasi sekitar 100 meter di sebelah barat Pura Penyawang, pura ini dibangun untuk memohon kepada Tuhan agar diberikan kesejahteraan dan keselamatan bagi ternak dan tanaman.
  4. Pura Enjung Galuh - berlokasi dekat dengan Pura Jero Kandang, pura ini dibangun untuk memuja Dewi Sri untuk kesuburan tanah dan pertanian.
  5. Pura Batu Bolong - berlokasi sekitar 100 meter disebelah barat Pura Enjung Galuh, pura ini digunakan pada saat upacara Melasti atau upacara penyucian.
  6. Pura Batu Mejan - berlokasi kurang lebih 100 meter pada bagian barat Pura Batu Bolong, Pura Batu Mejan juga disebut Pura Beji. Beji berarti mata air dalam bahasa Bali, masyarakat percaya bahwa air suci dari mata air ini bisa menyucikan segala sesuatu dari keburukan atau unsur-unsur negatif.
  7. Monumen Tri Antaka - Monumen ini dibuat untuk menghormati 3 pahlawan Bali, yaitu: I gusti Ketut KeregI Wayan Kamias dan I Nyoman Regug, yang telah berperang untuk mempertahankan pulau Bali dari penjajah tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pada Juni 1946 di kawasan Tanah Lot.
  8. Pura Pakendungan - Berlokasi di bagian Barat kira-kira 300 meter dari Pura Tanah Lot. Di Pura Pekendungan inilah tempat dimana Dang Hyang Nirartha bermeditasi dan juga ditempat inilah keris sakti Jaramenara diberikan kepada Bendesa Beraban Sakti.
Pada tahun 1980, bagian pinggir karang Pura Tanah Lot terkikis karena mengalami abrasi dan menjadikan area di tempat suci ini berbahaya bagi keselamatan pengunjung dan pemedek (Pemedekadalah orang-orang yang akan bersembahyang di pura). Maka dilakukanlah proyek yang didukung oleh pemerintah Jepang dan Jerman untuk menanggulangi hal ini dan untuk menjaga pura yang bersejarah ini agar tetap berdiri kokoh di atas batu karang laut.

Upacara atau Piodalan Pura Tanah Lot
Upacara Piodalan Pura Tanah Lot Bali
Piodalan di Pura Tanah Lot Bali
Upacara di Pura Tanah Lot (Upacara di pura dalam bahasa Bali disebut Piodalan/Pujawali) dilaksanakan atau diadakan setiap 210 hari (6 bulan) menurut kalender Bali/kalender Saka, piodalan di pura Tanah Lot jatuh pada hari Buda Wage Langkir, 4 hari setelah Hari Raya Kuningan. Sebelum pemedek memasuki pura, mereka pertama-tama harus bersembahyang di Beji Kaler, Beji Kaler adalah sebuah mata air suci yang berada tepat dibawah Pura Tanah Lot.
Sebelum mereka memasuki pura utama, mereka harus bersembahyang dan meminum dan membasuh wajah mereka dengan air yang diambil dari mata air suci Beji Kaler ini dengan tujuan agar jiwa dan pikiran mereka bersih sebelum masuk dan melakukan persembahyangan di Pura Luhur Tanah Lot. Selama upacara/piodalan di Pura Tanah Lot, masyarakat Bali khususnya yang beragama Hindu akan datang untuk melakukan persembahyangan agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan, bahkan banyak dari mereka juga datang dari daerah lain di Indonesia. Upacara di Pura Tanah Lot dilakukan/diadakan (Nyejer) selama 3 hari.

Ular Suci Tanah Lot dan Mitos

Mitos dan Ular Suci Tanah Lot
Ular Suci Pura Tanah Lot
Keunikan dari Tanah Lot adalah terkait dengan mitos dari masyarakat setempat tentang ular suci yang ada di Pura Tanah Lot, ular suci Tanah Lot dipercaya sebagai penjaga dan penyelamat dari Pura Tanah Lot dari serangan-serangan jahat yang mengganggu kesucian pura. Jenis ular itu dari bahasa Latin bernama Bungarus candidus, ular laut yang sangat berbisa dan berbahaya, pada tubuhnya mempunyai warna hitam dan putih melingkar.
Ular suci ini akan menyerang siapa saja yang ingin berbuat jahat dan ingin merusak keberadaan dan kesucian Pura Tanah Lot, tetapi meskipun begitu ular suci ini akan tetap diam dan tenang di dalam goa yang terdapat di sudut karang yang ada di dekat Pura Tanah Lot, bahkan pengunjung pun bisa menyentuh dan mengelus-elus ular suci ini tanpa khawatir akan serangan balik dari ular ini dan tentu saja kita akan ditemani oleh seseorang yang mengerti akan karakter dari ular suci ini. Masyarakat setempat juga mempercayai dengan menyentuh ular suci ini sambil berdoa maka apa yang kita inginkan akan terkabulkan, sebuah mitos yang boleh dipercaya atau tidak.

Pemandangan Sunset dan Waktu Terbaik Mengunjungi Tanah Lot

Tanah Lot adalah daerah tujuan wisata yang sangat terkenal di dunia, dan menjadi salah satu obyek wisata terbaik di pulau Bali serta salah satu tempat wisata favorit untuk menikmati keindahan sunset/matahari tenggelam di pulau dewata. Setiap hari objek wisata ini dikunjungi oleh ribuan wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Banyak turis/wisatawan bertanya jam berapa sunset di Tanah Lot? untuk bisa menikmati keindahan Pura Tanah Lot dengan pemandangan sunset view yang keren, direkomendasikan mengunjungi Tanah Lot pada senja atau sore hari dengan cuaca yang cerah, dari sekitar jam 4 sore sampai jam 7 petang/malam adalah waktu yang terbaik untuk mengunjungi Tanah Lot karena pada jam-jam itu dengan cuaca yang cerah kita bisa menikmati keindahan sunset/matahari terbenam yang spektakular.
Selain itu pengunjung juga bisa berjalan-jalan dan berada dekat dengan batu karang dari areal pura pada saat air laut surut, tetapi sangat berbahaya dan tidak dianjurkan melakukan hal itu pada air laut pasang. Tempat wisata Tanah Lot juga sangat cocok dijadikan sebagai liburan keluarga, dalam kawasan ini juga terdapat fasilitas yang memadai seperti hotel, restoran, sunset teras, Tanah Lot cultural park, toko suvenir, tempat parkir yang luas, fasilitas emergensi, fasilitas keamanan sekuriti (security), toilet, tempat bersantai dan juga pusat informasi.

Peta dan Lokasi

Lokasi dan Peta Tanah Lot, Bali oleh Google Maps
Gunakan ctrl + gulir untuk memperbesar atau memperkecil peta
Data peta ©2017 Google Citra ©2017 , CNES / Airbus, DigitalGlobe, Landsat / Copernicus
Peta
Satelit


E. PURA TAMAN AYUN

Sebagai daerah yang masyarakatnya sangat memegang budaya Hindu, Bali memiliki banyak pura yang masing-masingnya memiliki kekhasan tersendiri. Banyak di antara pura ini yang tidak hanya menjadi rumah peribadatan, tapi juga menjadi daya tarik pariwisata. Satu di antaranya adalah Pura Taman Ayun. Pura yang terletak di Desa Mengwi, Kabupaten Badung, ini menyimpan keindahan serangkaian meru bertingkat dan dari kejauhan terlihat seolah terapung di atas danau.
Pura Taman Ayun, Keindahan Pura Penaung Kerajaan Mengwi
Dahulu, Pura Taman Ayun merupakan pura ibu (paibon) bagi Kerajaan Mengwi. Pura ini dibangun oleh Raja Mengwi I Gusti Agung Putu atau Cokorda Sakti Blambangan (1690-1722 M) pada tahun 1634 Saka (sekitar 1710 Masehi). Pura ini hancur akibat gempa bumi besar berkekuatan 7 skala Richter pada 21 Januari 1917. Pura ini kemudian mengalami dua kali pemugaran. Pada tahun 1937, pura ini mengalami pemugaran total, sementara tahun 1949 hanya dilakukan perbaikan pada candi bentar serta kori agung.
Pura Taman Ayun berdiri di kawasan seluas 250 x 100 meter yang dikelilingi parit selebar kurang lebih 10 meter di sisi selatan dan 50-70 meter di sisi sebelah barat dan timur.
Berkunjung ke pura yang berjarak sekitar 18 kilometer dari Denpasar ini, pengunjung akan disambut oleh gerbang dan jembatan yang menghubungkan ke halaman luar pura. Di sisi kanan gerbang, terdapat wantilan dengan diorama orang yang sedang menyabung ayam, sebuah pura kecil (Pura Luhuring Purnama), dan bangunan Bale Pengubengan dengan relief sembilan dewa mata angin (Dewata Nawa Sanga).
Memasuki halaman tengah, terdapat Balai Kulkul yang menjulang tinggi di sebelah kiri. Dari balai ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan utuh dari keseluruhan kompleks ini.
Pengunjung hanya bisa menjelajah isi pura ini hingga halaman tengah pura. Halaman dalam pura, yang merupakan kawasan suci, hanya digunakan untuk peribadahan.
Pintu gelung yang menjadi gerbang utama dari halaman bagian dalam hanya dibuka ketika dilakukan upacara-upacara khusus. Tetapi, jika ingin melihat lebih dekat halaman dalam pura ini, pengunjung dapat melewati jalan setapak yang mengelilingi tembok pembatas halaman dalam pura. Dari jalan setapak ini, terlihat sejumlah bangunan dengan atap bertingkat (meru) di halaman dalam pura yang menggambarkan Gunung Mahameru yang dikelilingi lautan susu (disimbolkan dengan parit luar pura).
Adanya sejumlah bangunan dengan meru bertingkat menjadi ciri dari pura ini. Bangunan-bangunan tersebut adalah empat meru bertumpang 11, dua meru bertumpang 9, serta satu meru bertumpang 7, 5, 3, dan 2.
Selain sejumlah meru bertingkat, di kompleks pura ini pun terdapat beberapa candi dan gedong. Setiap banguan tersebut menyimpan sebuah pelinggih yang menjadi tempat pemujaan terhadap arwah leluhur dari dewa-dewi. Konon, arsitektur bangunan pura ini dirancang oleh seorang arsitek dari negeri Cina


F. PURA BESAKIH

Pura Besakih merupakan pura terbesar yang ada di Bali yang tepatnya terletak di Kecamatan Rendang,Kabupaten Karangasem. Dulu,  tempat sebelum dibangunnya Pura Besakih hanya terdapat kayu-kayuan dalam sebuah  hutan belantara. Sebelum adanya selat Bali ( Segara Rupek ) Pulau Bali dan pulau Jawa dahulu masih menjadi satu dan belum dipisahkan oleh laut, pulau ini bernama Pulau Panjang  atau Pulau Dawa. Di suatu tempat di Jawa Timur yaitu di Gunung Rawang (Gunung Raung) ada seorang Yogi atau pertapa yang bernama Resi Markandeya.  Karena ketinggian ilmu bhatinnya ,kesucian rohaninya,serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat,beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang.
Pura-besakih-latar-gunung-angung
Pada mulanya Resi Markandeya bertapa di Gunung Demulung, kemudian pindah ke gunung Hyang (konon gunung Hyang itu adalah DIYENG di Jawa Tengah yang berasal dan kata DI HYANG). Sekian lamanya beliau bertapa di sana, mendapat titah dari Hyang Widhi Wasa agar beliau dan para pengikutnya merabas hutan di pulau Dawasetelah selesai, agar tanah itu dibagi-bagikan kepada para pengikutnya.
Demikianlah kemudian beliau berangkat ke tanah Bali disertai pengikutnya yang pertama yang berjumlah 8000 orang dengan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan. Sesampainya ditempat yang dituju,beliau memerintahkan pengikutnya agar mulai merambas hutan. Akan tetapi Saat merabas hutan, banyak para pengiring Sang Yogi Markandeya yang sakit, lalu mati dan ada juga yang mati dimakan binatang buas, karena tidak didahului dengan upacara yadnya (bebanten / sesaji).
temple besakih
Kemudian beliau memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan perambasan. Dengan hati yang sedih beliau kemudian mengajak pengikutnya untuk kembali ke Jawa. Beliau kembali ketempat pertapaannya semula untuk mohon petunjuk kepada sang Hyang Widhi.Setelah beberapa lamanya beliau berada dipertapaannya, timbul cita-citanya kembali untuk melanjutkan merambas hutan tersebut. Pada suatu hari yang baik,beliau kembali berangkat ke tanah Bali. Kali ini beliau mengajak pengikutnya yang kedua berjumblah 4000 orang yang berasal dari desa Aga yaitu penduduk yang mendiami lereng Gunung Rawung . Turut dalam rombongan itu para Pandita atau para Rsi. Para pengikutnya membawa perlengkapan beserta alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk ditanam di tempat yang baru.
Setelah tiba di tempat yang dituju, Resi Markandeya segera melakukan tapa yoga semadi bersama-sama para yogi lainnya dan mempersembahkan upakara yadnya, yaitu Dewa Yadnya dan Buta Yadnya. Setelah upacara itu selesai, para pengikutnya disuruh bekerja melanjutkan perabasan hutan tersebut, menebang pohon-pohonan dan lain-lainnya mulai dan selatan ke utara. Karena dipandang sudah cukup banyak hutan yang dirabas, maka berkat asung wara nugraha Hyang Widhi WasaSang Yogi Markandeyamemerintahkan agar perabasan hutan, itu dihentikan dan beliau mulai mengadakan pembagian-pembagian tanah untuk para pengikut-pengikutnya masing-masing dijadikan sawah, tegal dan perumahan.
Gunung Agung Awas, Benda Sakral di Pura Besakih Diselamatkan


Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk lereng Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat bekas dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi (caratan) berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas,perak,tembaga,perunggu dan besi yang disebut Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan sitertai sarana upakara selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5 jenis logam itu diberinama Basukiyang artinya selamat. Kenapa disebut demikian,karena pada kedatangan Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak menemui hambatan atau bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang pertama. Ditempat itu kemudian didirikan palinggih. Lambat laun di tempat itu kemudian didirikan pura atau khayangan yang diberi nama Pura Basukian. Pura inilah cikal-bakal berdirinya pura –pura yang lain di komplek Pura Besakih. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan pura ditempat itu dimulai sejak Isaka 85 atau tahun 163 Masehi. Pembangunan komplek pura di Pura Besakih sifatnya bertahap dan berkelanjutan disertai usaha pemugaran dan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dari masa kemasa



G. Pura Ulun Danu Batur

Jika kita mencari ‘Pura Ulun Danu’ di google map dengan mengetikkan kata kunci ‘Pura Ulun Danu’ ke pencarian google map maka anda akan mendapati dua tempat yang berbeda di hasil pencarian anda. Satu pura ulun danu terletak di dekat danau beratan kecamatan baturiti tabanan, dan satu lagi pura ulun danu yang terletak di dekat danau batur daerah kintamani.
Loh kok bisa ada dua pura ulun danu di bali? iya memang namanya sama, akan tetapi tempatnya yang berbeda. Namun pura ulun danu di batur letaknya tidak tepat di pinggiran danau, namun dari pura ini anda masih bisa melihat indahnya danau batur dan gunung batur sekaligus.
Pura Ulun Danu yang terletak di dekat danau beratan biasa dikenal dengan Pura Ulun Danu Beratan, dan Pura Ulun Danu yang terletak di dekat danau batur biasa dikenal dengan nama Pura Ulun Danu Batur. Pura Ulun Danu memiliki sebuah arti yakni Pura yang letaknya di hulu sebuah danau. Pada postingan sebelumnya, kami sudah membahas tentang pura ulun danu yang berada di dekat danau beratan, dan kini kami akan membahas tentang pura ulun danu yang berada di dekat danau batur kintamani bali.

Keindahan Pura Ulun Danu Batur

Pura batur kintamani
Images By : www.banglikab.go.id
Pura ulun danu batur atau yang lebih dikenal sebagai pura batur ini berlokasi di desa kalanganyar kecamatan kintamani bangli atau tepatnya di pinggir jalan singaraja-denpasar. Dulunya pura ini terletak di lereng barat daya gunung batur, namun setelah bencana gunung batur meletus di tahun 1917 mengakibatkan areal pura ini hancur. Namun masih ada satu buah pelinggih yang tetap berdiri kokoh menjulang keatas setelah bencana tersebut.
Pura ulun danu batur
Images By : roamingfreely.com
Kemudian oleh bendasa atau kepala daerah setempat bersama warga sekitar, pura ulun danu ini dipindahkan ke tempat yang memiliki dataran yang lebih tinggi yakni di tempatnya yang sekarang ini. Pura ulun danu batur terletak di ketinggian 900 meter dari permukaan air laut. Ini membuat udara di sekitaran pura ini menjadi sangat sejuk dan sedikit dingin. Tak jarang kabut tebal menyelimuti tempat ini tatkala udara dingin yang menyebar di daerah kintamani.
Pura ulun danu batur kintamani
Images By : www.downloadgambar.info
Pura ulun danu batur adalah objek wisata pelengkap bagi para wisatawan yang berkunjung ke danau batur atau ke gunung batur. Wisatawan yang gemar dengan objek-objek wisata seni arsitektur dan bernilai sejarah akan merasa senang ke pura ini. Pura ulun danu sangatlah megah dan besar, terdapat banyak candi bentar yang menjulang tinggi bagaikan mencakar langit. Selain pada candi-candi yang megah, terdapat berbagai macam meru yang memiliki tingkat yang berbeda-beda.
Namun sebelumnya, untuk menikmati seluruh objek wisata yang ada di dalam pura ulun danu batur ini, para wisatawan asing maupun lokal harus mengenakan sebuah kamen ataupun kain yang di ikatkan di pinggang menyerupai rok panjang. Ini adalah sarana khusus yang digunakan para umat hindu untuk dapat memasuki pelataran sebuah pura.
Peta Lokasi Pura Ulun Danu BaturFasilitas di sekitaran pura ulun danu ini sudah sangat memadai, tak jauh dari pura ini anda sudah dapat menemukan restoran dan tempat parkir yang luas. Untuk menuju ke pura ulun danu ini, jika anda dari singaraja atau dari pantai lovina maka anda akan menempuh jarak sekitar 60 kilometer dari pantai lovina dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Namun jika anda dari pusat kota denpasar maka anda akan menempuh jarak sekitar 50 kilometer dengan waktu tempuh 2 jam


H. Pura Uluwatu

Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 30 km ke arah selatan dari kota Denpasar. Pura Uluwatu yang juga disebut Pura Luwur ini merupakan salah satu dari Pura Sad Kahyangan, yaitu enam Pura Kahyangan yang dianggap sebagai pilar spiritual P. Bali.


Ada dua pendapat tentang sejarah berdirinya pendirian Pura Uluwatu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pura ini didirikan oleh Empu Kuturan pada abad ke-9, yaitu pada masa pemerintahan Marakata. Pendapat lain mengaitkan pembangunan Pura Uluwatu dengan Dang Hyang Nirartha, seorang pedanda (pendeta) yang berasal dari Kerajaan Daha (Kediri) di Jawa Timur. Dang Hyang Nirartha datang ke Bali pada tahun 1546 M, yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Sang Pedanda kemudian mendirikan Pura Uluwatu di Bukit Pecatu. Setelah melakukan perjalanan spiritual berkeliling P. Bali, Dang Hyang Nirartha kembali ke Pura Uluwatu. Di pura inilah Sang Pedanda 'moksa', meninggalkan 'marcapada' (dunia) menuju 'swargaloka' (surga). Upacara atau 'piodalan' peringatan hari jadi pura jatuh pada hari Anggara Kasih, wuku Medangsia dalam penanggalan Saka. Biasanya upacara tersebut berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan diikuti oleh ribuan umat Hindu.

Image result for PURA uluwatu

Pura Uluwatu menempati lahan di sebuah tebing yang tinggi yang menjorok ke Samudera Indonesia dengan ketinggian sekitar 70 m di atas permukaan laut. Karena letaknya di atas tebing, untuk sampai ke lokasi pura orang harus berjalan mendaki tangga batu yang cukup tinggi. Bangunan pura ini menghadap ke arah timur, berbeda dengan pura lain di Bali yang umumnya menghadap ke arah barat atau ke selatan. Di sepanjang jalan di tepi luar pura terdapat ratusan kera yang berkeliaran. Walaupun tampak jinak, kera-kera tersebut seringkali mengganggu pengunjung dengan menyerobot makanan atau barang-barang yang dikenakan.
Di ujung jalan yang mendaki terdapat dua pintu masuk ke komplek pura, satu terletak di sebelah utara dan satu lagi di sebelah selatan. Pintu masuk tersebut berbentuk gapura bentar dan terbuat dari batu. Di depan gapura terdapat sepasang arca berbentuk manusia berkepala gajah dalam posisi berdiri. Dinding depan gapura dihiasi pahatan yang sangat halus bermotif daun dan bunga.
Di sebelah dalam, di balik gapura, terdapat sebuah lorong berlantai batu berundak, menuju ke pelataran dalam. Lorong terbuka ini diteduhi oleh pohon yang ditanam di sepanjang kiri dan kanan lorong.
Pelataran dalam merupakan pelataran terbuka. Lantai pelataran tertutup oleh lantai batu yang tertata rapi. Di dekat gapura, di sisi utara, terdapat bangunan kayu. Di sebelah barat, berseberangan dengan jalan masuk, terdapat sebuah gapura paduraksa yang merupakan jalan masuk ke pelataran yang lebih dalam lagi.
Berbeda dengan gapura luar, gapura ini merupakan gapura beratap yang terbuat dari batu. Ambang pintu berbentuk lengkungan dan dibingkai oleh susunan batu. Di atas ambang terdapat pahatan kepala raksasa. Puncak gapura di berbentuk seperti mahkota dan dihiasi dengan berbagai motif pahatan. Celah di antara gapura dengan dinding di kiri dan kanan pelataran tertutup oleh dinding yang juga dihiasi dengan pahatan.
Di sebelah selatan terdapat pelataran kecil berbentuk memanjang dan menjorok ke arah laut. Di ujung pelataran terdapat sebuah bangunan kayu yang tampak seperti tempat orang duduk-duduk sambil memandang lautan. Sejak dibanunannya, Pura Uluwatu telah banyak kali menjalani pemugaran. Bahkan sekitar tahun 1999, bangunan pura ini sempat terbakar akibat sambaran petir.